Kasus pemberitaan "Ahok Gantikan Ma'ruf
Amin?" oleh koran Harian Indopos yang dicetak pada rabu 13 Februari
2019
JAKARTA-Rumor
pergantian Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menggantikan Ma'ruf Amin, dua hari
terakhir ramai di media sosial. Itu, setelah masuknya Ahok menjadi kader PDI
Perjuangan dan mendukung Joko Widodo, usai bebas dari penjara dalam kasus
penistaan agama. Warganet menyebut jika Jokow-Ma'ruf menang di Pilpres 2019,
maka Ma'ruf Amin yang saat ini usia 75 tahun bisa saja berhalangan tetap
seperti sakit atau meninggal dunia dan penggantinya adalah Ahok.
Namun, juru bicara Tim Kampanye Nasional (IKN)
Jokowi-Ma'ruf Ace Hasan Syadzill membantah kemungkinan tersebut. Dia dengan
tegas menyebut tak ada pembicaraan terkait hal itu. "Tidak benar, itu
hoaks. Kami tak pernah membahas isu itu," kata Ace kepada INDOPOS di
Jakarta, Selasa (12/2).
Ia menilai rumor itu mendahului takdir. "Masa
orang malah memprediksi maut orang ke depan. Saya kira itu mengalahi takdir
dari Tuhan." cetus politisi Golkar ini. Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari
yang turut menanggapi rumor tersebut menilai, itu semata untuk menggembosi Tim
Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf. "Tidak ada ceritanya di UU, yang orang
bisa menggantikan seseorang, itu seolah menjadi urusan personal kan ada
koalisi," ujar Eva saat dihubungi wartawan.
Eva memberi contoh pergantian wakil gubernur DKI
Jakarta pasca ditinggal Sandiaga Uno hampir tujuh bulan, dimana antara Partai
Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra sebagai pengusung belum menemui titik
terang.
"Ganti wagub saja berantem toh diantara koalisi.
Ahok itu siapa, partainya PDIP, masa nanti orang-orang PHP, koalisi ngomong
masa PDIP sama PDIP," ucapnya. "Lihat saja kasus di DKI, tidak
kelar-kelar," cetus Eva yang juga anggota DPR.
Sekali lagi Eva menekankan, menggantikan seorang
presiden dan wakil presiden tidak sesederhana karena secara konstitusi memiliki
prosedur sangat rumit dan harus dilalui. "Lagian Pak Ma'ruf tidak bisa
diganti sewaktu-waktu." imbuhnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman sebelumnya
juga mengaku telah mengingatkan ketika Ahok masih mendekam di balik jeruji,
muncul spekulasi mantan gubernur DKI Jakarta itu akan merapat ke PDI
Perjuangan. Kenyataannya sekarang itu terjadi.
"Kita bicara kemungkinan-kemungkinannya
ya," ujar Habiburokhman kepada wartawan.
Mengapa Ahok berpeluang menggantikan Ma'ruf?
Pertama, kata dia, kedekatan dengan Presiden Jokowi. "Dulu kan mereka duet
di pemerintahan DKI," ulasnya. Kedua, jika yang dipersoalkan koalisi di
kubu Jokowi, Habiburokhman mengingatkan, parpol-parpol pengusung duet Ahok dan
Djarot Saiful Hidayat di Pilkada 2017 lalu, masih yang sama dengan koalisi
Jokowi-Ma'ruf. Kemudian saat Ahok menghadapi kasus penistaan agama, mereka
solid beri dukungan.
"Jadi chemistry-nya malah ketemu, saya pikir
tidak banyak penolakan di internal mereka karena kan sama-sama," jedanya.
Dalam konteks pilpre pun menurut dia, tidak akan menemui kendala berarti selama
diantara parpol koalisi sepakat mengusung Ahok, maka, tak perlu ada fit and
propertiest atau perdepatan di DPR." Bisa langsung ditentukan kalau misal
sudah ada situasi Ma'ruf digantikan," kata Habiburokhman. Apalagi, kalau
Ma'ruf sendiri sudah mengatakan saat menjadi saksi Ahok, itu karena terpaksa,
dan menyesal.
TEMPO.CO, Jakarta
- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo atau Jokowi - Ma’ruf Amin mengadukan
Harian Indopos ke Dewan Pers atas berita yang berjudul “Ahok Gantikan Ma’ruf
Amin?”. Berita itu dimuat di Koran Indopos edisi Rabu, 13 Februari 2019.
Direktur Hukum dan Advokasi TKN, Ade Irfan Pulungan
menyebut berita tersebut bermuatan fitnah kepada pasangan calon Jokowi -
Ma’ruf. Ia pun meragukan berita ini karena sumber utamanya berdasarkan pada
media sosial. “Ini kami anggap sebuah fitnah besar kepada paslon kami. Pemilu saja
belum terjad,i dan ini sudah diberitakan,” ucap Ade di kantor Dewan Pers, Jumat
15 Februari 2019.
Bagaimana
sebenarnya isi berita koran tersebut?
Tempo mendapatkan versi online Koran Indopos edisi
Rabu, 13 Februari 2019. Di halaman dua kolom Nasional koran tersebut, tertulis
berita berjudul “Ahok Gantikan Ma’ruf Amin” lengkap dengan grafis Prediksi
2019-2024.
Ada lima tahap skenario yang tertulis.
Tahap 1, Jokowi-Ma’ruf terpilih, kemudian Ma’ruf
berhenti dengan alasan kesehatan. Tahap 2, diangkatlah Ahok sebagai Wakil
Presiden karena kursi RI-2 kosong.
Tahap 3, Setelah Ahok diangkat, Jokowi mengundurkan
diri dengan berbagai alasan. Tahap 4, Ahok menjadi Presiden RI dan diangkatlah
Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo sebagai wakil presiden.
Tahap 5, Ahok dan Hary Tanoe yang sama-sama berasal
dari suku Tionghoa menjadi RI-1 dan RI-2.
Koran itu menyebut sumber prediksi tersebut berasal
dari rumor yang beredar di media sosial, setelah masuknya Ahok menjadi kader
PDI Perjuangan. Koran itu mengutip pendapat warganet kebanyakan yang menyebut
jika Jokowi-Ma'ruf menang di Pilpres 2019, maka Ma'ruf Amin yang saat ini usia
75 tahun bisa saja berhalangan tetap seperti sakit atau meninggal dunia dan
penggantinya adalah Ahok. Di berita itu, ada bantahan dari Juru Bicara TKN
Jokowi-Ma'ruf Ace Hasan Syadzily dan politikus PDIP Eva Kusuma Sundari mengenai
ketidakmungkinan rumor tersebut. Berita itu juga mengutip pendapat Ketua DPP
Partai Gerindra Habiburokhman yang menilai mungkin saja hal tersebut terjadi
karena kedekatan Ahok dengan Jokowi.
Ade melaporkan berita ini dengan dugaan pelanggaran
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ade selaku pelapor memohon
kepada Dewan Pers agar: menerima dan mengabulkan pengaduan ini untuk
seluruhnya; Menyatakan pemberitaan teradu adalah bentuk pelanggaran hukum dan
menyerahkan penyelesaiannya kepada penegak hukum; memerintahkan teradu meminta
maaf satu halaman penuh selama tiga hari berturut-turut di media cetak
nasional.
Ade
pun meminta Dewan Pers untuk sesegera mungkin memproses pengaduan ini karena
terkait proses Pemilu. "Jika terlalu lama atau keinginan kami tidak
terpenuhi maka kami akan tempuh jalur hukum lainnya, pidana atau perdata,” ujar
dia.
Pemimpin Redaksi
Indopos, Juni Armanto, mengatakan Indopos membuka ruang sebesar-besarnya pada
TKN agar dapat menyampaikan klarifikasinya. Ia mengklaim sebelumnya sudah
berkomunikasi dengan TKN melalui Ratna yang ia sebut merupakan salah seorang
anggota dari tim Ketua TKN, Erick Thohir.
Namun saat ini,
mengetahui medianya dilaporkan ke Dewan Pers ia mengatakan pihaknya akan
bertanggung jawab, dan menghadapinya. Ia berharap melalui Dewan Pers semuanya
dapat berjalan lancar dan menelurkan solusi terbaik.
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA--Dewan
Pers pada Jumat (22/2) memutuskan Harian Indopos melanggar kode etik terkait
pemberitaan 'Ahok Gantikan Ma'ruf Amin ?'. Putusan tersebut diambil setelah
serangkaian proses klarifikasi kepada TKN Jokowi-Ma'ruf Amin dan Harian
Indopos.
Ketua
Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengatakan berdasarkan hasil klarifikasi kepada
pengadu dan teradu, Dewan Pers menilai teradu melanggar 5 pasal kode etik
jurnalistik. Pertama, Hadian Indopos melanggar pasal 1 kode etik jurnalistik
karena membuat berita berdasarkan informasi yang tidak akurat.
Kedua,
melanggar pasal 2 kode etik jurnalistik karena tidak profesional. Pasalnya,
teradu tetap memberitakan rumor yang tidak berdasarkan sumber yang jelas.
"Ketiga, Harian Indopos dianggap melanggar pasal 3 kode etik jurnalistik karena tidak melakukan uji informasi, verifikasi, dan klarifikasi atas substansi informasi dari media sosial. Padahal, klarifikasi pengadu telah membantah substansi rumor yang beredar. Namun, Indopos tetap memberitakan isu bahkan disertai infografis," jelas Yosep dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/2) malam.
"Ketiga, Harian Indopos dianggap melanggar pasal 3 kode etik jurnalistik karena tidak melakukan uji informasi, verifikasi, dan klarifikasi atas substansi informasi dari media sosial. Padahal, klarifikasi pengadu telah membantah substansi rumor yang beredar. Namun, Indopos tetap memberitakan isu bahkan disertai infografis," jelas Yosep dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/2) malam.
Dia
melanjutkan, Harian Indopos juga dinilai melanggar pasal 4 kode etik
jurnalistik karena bohong dan fitnah. Teradu tetap mengembangkan informasi yang
sejak awal sudah diberikan oleh media lain sebagai konten yang menyesatkan dan
disinformasi.
Kelima, Harian Indopos melanggar angka 5a dan 5c pedoman pemberitaan media siber. Pasalnya, mereka mencabut berita di media siber, mengubah, dan kemudian mengunggah lagi atas inisiatif sendiri tanpa disertai alasan.
Kelima, Harian Indopos melanggar angka 5a dan 5c pedoman pemberitaan media siber. Pasalnya, mereka mencabut berita di media siber, mengubah, dan kemudian mengunggah lagi atas inisiatif sendiri tanpa disertai alasan.
Karena
itu, kata Yosep, Harian Indopos wajib menyepakati proses penyelesaian. Mereka
wajib menyampaikan hak jawab dari TKN Jokowi-Ma'ruf Amin. Selain itu, mereka
harus menyampaikan permohonan maaf.
"Permohonan
maaf paling telat tiga setelah surat diterbitkan 22 Februari 2019. Indopos juga
wajib memuat kembali infografis di edisi cetak dengan penambahan kata hoaks di
dalamnya. TKN memberikan hak jawab paling lambat tujuh hari setelah surat
diterbitkan," tutur Yosep.
Terakhir,
Dewan Pers meminta Harian Indopos melanjutkan bukti tindak lanjut putusan ini
kepada mereka, terhitung sejak dimuat. Jika media cetak tersebut tidak
melaksanakan rekomendasi Dewan Pers, kasus ini akan diselesaikan melalui jalur
hukum.
Sebelumnya,
Pemimpin Redaksi Indopos, Juni Armanto mengklarifikasi pemberitaan dalam bentuk
infografis dengan artikel berjudul "Ahok Gantikan Ma’ruf Amin" yang
dicetak pada Rabu (13/2). Infografis itu dipermasalahakan Tim Kampanye Nasional
(TKN) Jokowi-Ma'ruf lantaran dinilai menyudutkan pasangan calon (paslon) nomor
urut 01.
0 komentar:
Posting Komentar